Selasa, 24 Mei 2011

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pada hakekatnya pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia yaitu belajar berkomunikasi dalam upaya meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis serta untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya yaitu sebagai sarana berpikir atau bernalar. Di lembaga pendidikan yang bersifat formal seperti sekolah, keberhasilan pendidikan dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam prestasi belajarnya. Kualitas dan keberhasilan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode pengajaran.
Kenyataan di lapangan, khususnya dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, kegiatan pembelajarannya masih dilakukan secara klasikal. Pembelajaran lebih ditekankan pada model yang banyak diwarnai dengan ceramah dan bersifat guru sentris. Hal ini mengakibatkan siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat dan hafal. Kegiatan ini mengakibatkan siswa kurang ikut berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran yang cenderung menjadikan mereka cepat bosan dan malas belajar.
Melihat kondisi demikian, maka perlu adanya alternatif pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana siswa belajar menemukan sendiri informasi, menghubungkan topik yang sudah dipelajari dan yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat berinteraksi multi arah baik bersama guru maupun selama siswa dalam suasana yang menyenangkan dan bersahabat.

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia Tiap Jenjang Pendidikan
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional siswa dan merupakan penunjang keberhasilan dalam memelajari semua bidang studi. Menyadari peran yang demikian, pembelajaran bahasa diharapkan dapat membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartsipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya (Depdiknas, 2006:317). Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan masyarakat Indonesia (Depdiknas, 2006:231).
1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidahiyah (SD/MI)
Dalam kebijakan pendidikaan kita, Bahasa Indonesia diajarkan sejak anak berada di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidahiyah. Hal ini disebabkan pengajaran tersebut dapat memberikan kemampuan dasar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Pelajaran Bahasa Indonesia mulai dikenalkan di tingkat sekolah sejak kelas 1 SD/MI. Seperti ulat yang hendak bermetamorfosis menjadi kupu-kupu. Mereka memulai dari nol. Pada masa tersebut materi pelajaran Bahasa Indonesia hanya mencakup membaca, menulis sambung serta membuat karangan singkat. Baik berupa karangan bebas hingga mengarang dengan ilustrasi gambar. Sampai ke tingkat-tingkat selanjutnya pola yang digunakan juga praktis tidak mengalami perubahan yang signifikan dan tidak ramah terhadap upaya mengembangkan kemampuan berbahasa siswa. Pengajaran Bahasa Indonesia yang monoton telah membuat para siswanya mulai merasakan gejala kejenuhan akan belajar Bahasa Indonesia.
Hal tersebut diperparah dengan adanya buku paket yang menjadi buku wajib. Sementara isi dari materinya terlalu luas dan juga cenderung bersifat hafalan yang membosankan. Inilah yang kemudian akan memupuk sifat menganggap remeh pelajaran Bahasa Indonesia karena materi yang diajarkan hanya itu-itu saja. Hal ini khususnya dalam kemampuan membaca dan menulis padahal dalam pembelajaran Bahasa Indonesia seharusnya mencakup 4 keterampilan, yaitu mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Pola semacam itu hanya membuat siswa merasa jenuh untuk belajar bahasa Indonesia. Pada umumnya para siswa menempatkan mata pelajaran bahasa pada urutan buncit dalam pilihan para siswa. Yaitu setelah pelajaran-pelajaran eksakta dan beberapa ilmu sosial lain. Jarang siswa yang menempatkan pelajaran ini sebagai favorit. Hal ini semakin terlihat dengan rendahnya minat siswa untuk mempelajarinya dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Penulis menyoroti masalah ini setelah melihat adanya metode pengajaran bahasa yang telah gagal mengembangkan keterampilan dan kreativitas para siswa dalam berbahasa. Hal ini disebabkan karena pengajarannya yang bersifat formal akademis, dan bukan untuk melatih kebiasaan berbahasa para siswa itu sendiri.
2. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)
Setelah lulus SD/MI dan melanjutkan ke SMP/MTs, ternyata proses pengajaran Bahasa Indonesia masih tidak kunjung menunjukan perubahan yang berarti. Ulat pun masih menjadi kepompong. Kelemahan proses KBM yang mulai muncul di SD/MI ternyata masih dijumpai di SMP/MTs. Bahkan ironisnya, belajar menulis sambung yang mati-matian diajarkan dahulu ternyata hanya sebatas sampai SD/MI saja. Pada saat SMP/MTs penggunaan huruf sambung seakan-akan haram hukumnya, karena banyak guru dari berbagai mata pelajaran yang mengharuskan muridnya untuk selalu menggunakan huruf cetak.
Seharusnya pada masa ini siswa sudah mulai diperkenalkan dengan dunia menulis (mengarang) yang lebih hidup dan bervariatif. Siswa seharusnya telah dilatih untuk menunjukkan bakat dan kemampuannya dalam menulis: esai, cerita pendek, puisi, artikel, dan sebagainya. Namun, selama ini hal itu dibiarkan mati karena pengajaran Bahasa Indonesia yang tidak berpihak pada pengembangan bakat menulis mereka. Pengajaran Bahasa Indonesia lebih bersifat formal dan beracuan untuk mengejar materi dari buku paket. Padahal, keberhasilan kegiatan menulis ini pasti akan diikuti dengan tumbuhnya minat baca yang tinggi di kalangan siswa. Empat keterampilan yang ditulis dalam Standar Kompetensipun sudah tidak berlaku. Seperti halnya membaca dan menulis, berbicara bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD sudah tercampur dengan bahasa daerah atau bahasa Ibu bahkan bahasa gaul yang diikuti saat mereka mendengar dan kemudian menirukannya.
3. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyyah atau Kejuruan (SMA, MA, SMK atau STM)
Beranjak ke tingkat SMA, MA atau SMK ternyata proses pembelajaran Bahasa Indonesiapun masih tidak sesuai harapan. Sang ulat kini hanya menjadi kepompong besar bukan menjadi sebuah kupu-kupu. Kecuali dengan ditambahnya bobot sastra dalam pelajaran bahasa indonesia, materi yang diajarkan juga tidak jauh-jauh dari imbuhan, masalah ejaan, subjek-predikat, gaya bahasa, kohesi dan koherensi paragraf, peribahasa, serta pola kalimat yang sudah pernah diterima di tingkat pendidikan sebelumnya. Perasaan akan pelajaran Bahasa Indonesia yang dirasakan siswa begitu monoton, kurang hidup, dan cenderung jatuh pada pola-pola hafalan masih terasa dalam proses KBM.
Tidak adanya antusiasme yang tinggi, telah membuat pelajaran ini menjadi pelajaran yang kalah penting dibanding dengan pelajaran lain. Minat siswa baik yang menyangkut minat membaca, mendengar, menulis maupun berbicara sebagai wujud minat untuk mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia yang semakin tampak menurun. Padahal, bila kebiasaan empat keterampilan berbahasa sukses diterapkan sejak SMP atau MTs maka seharusnya saat SMA siswa telah dapat mengungkapkan gagasan dan ''unek-unek'' mereka secara kreatif. Baik dalam bentuk deskripsi, narasi, maupun eksposisi yang diperlihatkan. Dengan demikian apresiasi dari pembelajaran Bahasa Indonesia menjadi jelas tampak prakteknya dalam kehidupasn sehari-hari. Bila diberikan bobot yang besar pada penguasaan praktek mendengar, membaca, menulis, dan berbicara dapat membuat para siswa mempunyai kemampuan jauh lebih baik Hal ini sangat berguna sekali dalam melatih memanfaatkan kesempatan dan kebebasan mereka untuk mengungkapkan apa saja secara tertulis maupun tidak tertulis seperti berbicara di hadapan banyak orang, tanpa beban dan tanpa perasaan takut salah.
Setelah melihat pada ketiga tingkatan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tersebut ada beberapa kelemahan dalam pengajaran Bahasa Indonesia di sekolah. KBM belum sepenuhnya menekankan pada empat kemampuan bahasa, namun lebih pada penguasaan materi. Hal ini terlihat dari porsi materi yang tercantum dalam buku paket lebih banyak diberikan dan diutamakan oleh para guru bahasa Indonesia. Sedangkan pelatihan berbahasa yang sifatnya lisan ataupun praktek hanya memiliki porsi yang jauh lebih sedikit. Padahal kemampuan berbahasa tidak didasarkan atas penguasaan materi bahasa saja, tetapi juga perlu latihan dalam praktek kehidupan sehari-hari.

B. Komponen Kurikulum Bahasa Indonesia
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi, sosial, dan budaya memberikan dampak bagi dunia pendidikan. Kurikulum sebagai pedoman pendidikan harus merespons segala perkembangan tersebut. Kebutuhan siswa, tuntutan masyarakat, dan globalisasi menuntut adanya perubahan kurikulum pendidikan di negara kita.
Pembelajaran Bahasa Indonesia seharusnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis serta menimbulkan penghargaan terhadap hasil cipta manusia Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan program untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu:
1) Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa
2) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya
3) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
4) Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah
5) Sarana pengembangan penalaran
6) Sarana pemahaman beraneka ragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia.
Tujuan pengajaran Bahasa Indonesia yaitu;
a) Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara;
b) Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat untuk bermacam-macam keperluan dan keadaan;
c) Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual , kematangan emosional dan sosial;
d) Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis);
e) Siswa mampu menikmati, menghayati, memahami dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
f) Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan oleh siswa yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Standar kompetensi adalah kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk suatu pelajaran. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang harus dicapai siswa. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa setelah proses pembelajaran. Indikator merupakan rincian hasil belajar dan yang menjawab pertanyaan” Bagaimana kita dapat mengetahui bahwa peserta didik sudah dapat mencapai hasil pembelajarannya.”

C. Kompetensi dan Indikator Pembelajaran Bahasa Indonesia
Prinsip pembelajaran bahasa Indonesia tidak bertujuan untuk menguasai pengetahuan tentang bahasa, tetapi siswa memiliki kemampuan berbahasa untuk pelbagai keperluan komunikasi. Kemampuan berbahasa yang dimaksud adalah kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Di dalam kurikulum baik di SD, SMP ataupun di SMU, kemampuan tersebut dirumuskan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar Kemampuan tersebut di dalam pembelajaran dilaksanakan secara terpadu dan saling menunjang satu dengan yang lainnya. Dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan di setiap jenjangnya dapat dilihat hasil belajar yang diharapkan setelah proses pembelajaran. Hasil belajar tersebut dirinci kembali menjadi indikator-indikator pembelajaran.
Aspek pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terdiri atas:
• Kemampuan berbahasa Indonesia yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis,
• Bersastra baik sastra lisan maupun sastra tulis.
Kedua aspek ini (berbahasa dan bersastra) tidak memiliki perbedaan di dalam pelaksanaan. Materi yang berupa sastra lisan dipelajari dengan cara mengapresiasinya secara lisan yaitu didengarkan dan dibicarakan atau dibahas secara lisan dan tertulis. Materi yang berupa sastra tulis diapresiasi dengan cara dibaca dan dibahas secara tertulis atau secara lisan. Dengan demikian pada hakikatnya belajar bahasa Indonesia adalah belajar berkomunikasi, mengungkapkan ide, pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapat secara lisan dan tertulis.
Jabaran dari kompetensi berbentuk indikator-indikator. Perbedaan antara indikator dan kompetensi dasar terletak pada luasnya cakupan isi atau muatan. Cakupan muatan indikator lebih sempit dibandingkan dengan kompetensi dasar. Sebab, indikator merupakan rincian dari kompetensi dasar.
Untuk mengukur seberapa jauh siswa dapat mencapai indikator materi pembelajaran tertentu digunakan alat evaluasi. Alat evaluasi dapat berupa tes, pemberian tugas, atau ulangan harian. Tes atau tugas dapat berupa tes teori atau pun praktek. Dengan adanya pemberuan dalam bidang pendidikan, evaluasi proses sangat baik untuk dilaksanakan. Untuk melakukan evaluasi pembelajaran bahasa secara baik, Indikator memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Perbuatan atau responsi yang dapat dilakukan siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah memiliki kompetensi dasar tertentu.
• Rincian hasil belajar yang lebih spesifik.
• Dikembangkan berdasarkan materi pembelajaran dan kompetensi dasar.
• Dirumuskan dengan kata kerja operasional.
• Petunjuk pencapaian kompetensi dasar.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjabarkan kompetensi dasar menjadi beberapa indikator adalah dengan terlebih dulu mempelajari kompetensi. Penjabaran indikator harus berfokus pada kompetensi apa yang akan dimiliki siswa setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Setelah itu lakukan kegiatan berikut ini:
1. Tentukan berapa lama kompetensi tersebut akan dicapai serta seberapa jauh tingkat kemampuan yang ingin dicapai.
2. Keselarasan antara kompetensi dasar dan indikator perlu diutamakan dalam penjabaran ini.
3. Penyusunan indikator diawali dari indikator yang sederhana ke indikator yang lebih sulit.
4. Perbuatan atau tindakan yang dijabarkan pada indikator harus jelas terukur. Pernyataan indikator harus konkret.
D. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator kemampuan telah tersedia di dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berbasis kompetensi baik di SD, SMP maupun SMA. Namun, sebaiknya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mengetahui bahkan mampu mengembangkan indikator-indikator kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia sendiri. Kemampuan para guru ini menjadi modal untuk menyusun model pembelajaran atau mengembangkan desain pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan baik.
Hal yang penting di dalam model pembelajaran adalah pengalaman belajar yaitu kegiatan-kegiatan belajar yang dilakukan siswa di dalam proses belajar mengajar dalam rangka mencapai kompetensi atau indikator-indikator kemampuan siswa. Pengalaman belajar dikembangkan berdasarkan indikator-indikator tersebut. Melalui indikator dan pengalaman belajar yang akan dilakukan siswa itulah model pembelajaran Bahasa Indonesia dikembangkan. Jika guru ingin memiliki persiapan mengajar yang lebih rinci, guru dapat menyusun desain pembelajaran Bahasa Indonesia dengan mengacu pada model pembelajaran tersebut.

E. Metode yang Sesuai dengan Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia
1. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Keterampilan Mendengar
Belajar berbahasa dimulai dengan mendengarkan, coba perhatikan bagaimana anak kecil belajar bahasa ibunya. Mula-mula yang bersangkutan banyak mendengar rangkaian bunyi bahasa. Bunyi bahasa itu dikaitkan dengan makna. Setelah banyak mendengarkan ia mulai meniru ucapan-ucapan yang pernah didengarnya dan kemudian mencoba menerapkannya dalam pembicaraan. Proses mendengarkan, mengartikan makna, dan mempraktekkan bunyi bahasa itu dilakukannya berulang-ulang sampai akhirnya yang bersangkutan lancar berbicara. Melalui proses mendengarkan, orang dapat menguasai pengucapan fonem, kosakata, dan kalimat. Pemahaman terhadap fonem, kata, dan kalimat ini sangat membantu yang bersangkutan dalam kegiatan berbicara, membaca, dan menulis. Petunjuk-petunjuk dalam belajar berbicara, membaca, atau menulis selalu disampaikan melalui bahasa lisan. Ini berarti bahwa keterampilan mendengarkan memang benar-benar menunjang keterampilan berbicara, membaca, dan menulis.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk materi pembelajaran mendengarkan siswa diharapkan mampu: mendengarkan dongeng, wacana lisan tentang deskripsi benda, teks pendek, puisi anak lisan, pesan pendek, cerita anak, cerita teks drama, petunjuk denah, pengumuman, pembacaan pantun, narasumber, cerita rakyat, cerpen anak, dan berita (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru bahasa Indonesia harus berupaya agar pengajaran mendengarkan disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran mendengarkan. Khusus dalam metode pengajaran mendengarkan tersebut guru harus mengenal, memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran mendengarkan.
Metode pengajaran mendengarkan yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia antara lain metode Audiolingual, metode Komunikatif dan metode Integratif. Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran mendengarkan yang dapat diterapkan, seperti mendengarkan cerita, mendengarkan berantai, dan sebagainya.
2. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Keterampilan Berbicara
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Dialog dalam lingkungan keluarga antara anak dan orang tua, antara ayah dan ibu antara anak-anak, menuntut keterampilan berbicara. Di luar lingkungan keluarga juga terjadi percakapan, diskusi, di antara teman dengan teman, tetangga dengan tetangga, kawan sepermainan, rekan sekerja, teman satu sekolah, dan sebagainya.
Dari semua situasi di atas dituntut keterampilan berbicara setiap individu yang ikut berpartisipasi. Sebagai anggota masyarakat setiap individu dituntut terampil berkomunikasi. Terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pikiran. Juga individu itu terampil pula menangkap informasi yang diterimanya. Kesimpulannya setiap individu harus terampil menyampaikan informasi dan terampil pula menerima informasi.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk materi pembelajaran berbicara siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan dengan: perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, deklamasi, gambar, percakapan sederhana, dongeng, kegiatan bertanya, bercerita, mendeskripsikan benda, memberikan tanggapan atau saran, bertelepon, mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah, petunjuk penggunaan suatu alat, berbalas pantun, menceritakan hasil pengamatan, berwawancara, diskusi, bermain drama, berpidato, melaporkan isi buku, dan membaca puisi.
Pengajaran berbicara harus dilaksanakan sebaik-baiknya melalui materi pokok yang ada. Karena itu guru bahasa Indonesia harus mengenal, mengetahui, menghayati dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa. Metode pengajaran berbicara yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di SD antara lain:
• Metode Audiolingual
• Metode Produktif
• Metode Langsung
• Metode Komunikatif
• Metode Integratif
• Metode Partisipatori
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan, seperti bermain peran, cerita berangkai, dan sebagainya.
3. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Keterampilan Membaca
Pengembangan keterampilan membaca pertama-tama dibebankan kepada guru bahasa Indonesia. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, guru harus mengarahkan siswanya agar dapat:
• membaca atau melek huruf
• memahami pengertian dan peranan membaca
• memahami teori dasar membaca
• memiliki minat baca
• memiliki keterampilan membaca
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk materi pembelajaran membaca siswa diharapkan mampu: memahami teks dengan membaca nyaring, membaca lancar, membaca puisi anak, membaca dalam hati, membaca intensif, membaca dongeng, memahami teks dengan membaca intensif (150-200 kata), membaca puisi, memahami teks agak panjang (150-200 kata), petunjuk pemakaian, makna kata dalam kamus/ensiklopedi, membaca pantun, membaca teks percakapan, membaca cepat 75 kata/menit, membaca sekilas, membaca memindai, membaca cerita anak, dan membaca teks drama (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran membaca. Metode pengajaran membaca yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia antara lain:
• Metode Membaca
• Metode Komunikatif
• Metode Integratif
• Metode Tematik
• Metode Kuantum
• Metode Partisipatori
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran membaca yang dapat diterapkan, seperti mengubah bacaan ke dalam gambar, membaca bergantian dan sebagainya.
4. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Keterampilan Menulis
Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa kegiatan menulis paling kecil bila dibandingkan dengan kegiatan menyimak, berbicara, atau membaca. Urutan anak-anak yang belajar berbahasa selalu mulai menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam literatur pengajaran bahasa pun urutan keempat keterampilan selalu ditulis menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Walaupun posisi menulis selalu di belakang tidak berarti peranan menulis juga di belakang atau kecil. Berbagai aktivitas orang terpelajar menunjukkan bahwa peranan menulis cukup penting dalam kehidupan manusia modern. Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan menulis itu adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswa.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia untuk materi pembelajaran menulis siswa diharapkan mampu: menulis permulaan dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi. Menyalin huruf tegak bersambung melalui kegiatan dikte. Menyalin melalui kegiatan melengkapi cerita dan dikte. Mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraf dan puisi dalam karangan sederhana dan puisi. Menulis dalam bentuk percakapan, petunjuk, cerita, dan surat. Menulis pengalaman secara tertulis dalam bentuk karangan, surat undangan, dan dialog tertulis bentuk ringkasan, laporan, dan puisi bebas informasi secara tertulis dalam bentuk formulir, ringkasan, dialog, dan parafrase naskah pidato dan surat resmi (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang Standar Isi, 319-330).
Guru harus berupaya agar pengajaran menulis disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, memahami, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai metode pengajaran menulis. Metode pengajaran menulis yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia antara lain:
• Metode Produktif
• Metode Komunikatif
• Metode Integratif
• Metode Tematik
• Metode Kuantum
• Metode Partisipatori
• Metode Konstruktif.
Dari metode di atas ada beberapa teknik pembelajaran berbicara yang dapat diterapkan, seperti menulis dari gambar, menulis Objek langsung dan sebagainya.

1 komentar:

  1. Kak jdul bukunya apa dan kalau boleh biografi bukunya kak yg lengkap lagi butuh banget kak

    BalasHapus