Senin, 04 April 2011

Peserta Didik dalam Pendidikan Islam

Sebagai individu yang tengah mengalami fase perkembangan, tentu peserta didik tersebut masih banyak memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk menuju kesempurnaan. Hal ini dapat dicontohkan ketika seorang peserta didik berada pada usia balita seorang selalu banyak mendapat bantuan dari orang tua ataupun saudara yang lebih tua. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik merupakan barang mentah (raw material) yang harus diolah dan bentuk sehingga menjadi suatu produk pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut secara singkat dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki kehadiran dalam sebuah lingkungan, seperti halnya sekolah, keluarga, pesantren bahkan dalam lingkungan masyarakat. Dalam proses ini peserta didik akan banyak sekali menerima bantuan yang mungkin tidak disadarinya, sebagai contoh seorang peserta didik mendapatkan buku pelajaran tertentu yang ia beli dari sebuah toko buku. Dapat anda bayangkan betapa banyak hal yang telah dilakukan orang lain dalam proses pembuatan dan pendistribusian buku tersebut, mulai dari pengetikan, penyetakan, hingga penjualan.
Dengan diakuinya keberadaan seorang peserta didik dalam konteks kehadiran dan keindividuannya, maka tugas dari seorang pendidik adalah memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada peserta didik menuju kesempurnaan atau kedewasaannya sesuai dengan kedewasaannya. Dalam konteks ini seorang pendidik harus mengetahuai ciri-ciri dari peserta didik tersebut.

A. Definisi Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Dalam istilah tasawuf, peserta didik seringkali disebut dengan murid atau thalib. Secara etimologi, murid berarti “orang yang menghendaki”. Sedangkan menurut arti terminology, murid adalah”pencari hakikat di bawah bimbingan dan arahan seorang pembimbing spiritual (mursyid)”. Sedangkan thalib secara bahasa berarti orang yang mencari, sedang menurut istilah tasawuf adalah “penempuh jalan spiritual, dimana ia berusaha keras menempah dirinya untuk mencapai derajat sufi”.

B. Kebutuhan-Kebutuhan Peserta Didik
Kebutuhan peserta didik adalah sesuatu kebutuhan yang harus didapatkan oleh peserta didik untuk mendapat kedewasaan ilmu. Kebutuhan peserta didik tersebut wajib dipenuhi atau diberikan oleh pendidik kepada peserta didiknya yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisik
Fisik seorang didik selalu mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Proses pertumbuhan fisik ini terbagi menjadi tiga tahapan :
a. peserta didik pada usia 0 – 7 tahun, pada masa ini peserta didik masih mengalami masa kanak-kanak
b. peserta didik pada usia 7 – 14 tahun, pada usia ini biasanya peserta didik tengah mengalami masa sekolah yang didukung dengan peraihan pendidikan formal
c. peserta didik pada 14 – 21 tahun, pada masa ini peserta didik mulai mengalami masa pubertas yang akan membawa kepada kedewasaan.
Pada masa perkembangan inilah seorang pendidik perlu memperhatikan perubahan dan perkembangan seorang didik. Karena pada usia ini seorang peserta didik mengalami masa yang penuh dengan pengalaman (terutama pada masa pubertas) yang secara tidak langsung akan membentuk kepribadian peserta didik itu sendiri.
Disamping memberikan memperhatikan hal tersebut, seorang pendidik harus selalu memberikan bimbingan, arahan, serta dapat menuntun peserta didik kepada arah kedewasaan yang pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang dapat mempertanggungjawabkan tentang ketentuan yang telah ia tentukan dalam perjalanan hidupnya dalam lingkungan masyarakat.
2. Kebutuhan Sosial
Secara etimologi sosial adalah suatu lingkungan kehidupan. Pada hakekatnya kata sosial selalu dikaitkan dengan lingkungan yang akan dilampaui oleh seorang peserta didik dalam proses pendidikan.
Dengan demikian kebutuhan sosial adalah kebutuhan yang berhubungan lansung dengan masyarakat agar peserta didik dapat berinteraksi dengan masyarakat lingkungannya, seperti yang diterima teman-temannya secara wajar. Begitu juga supaya dapat diterima oleh orang lebih tinggi dari dia seperti orang tuanya, guru-gurunya dan pemimpinnya. Kebutuhan ini perlu dipenuhi agar peserta didik dapat memperoleh posisi dan berprestasi dalam pendidikan
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kebutuhan sosial adalah digunakan untuk memberi pengakuan pada seorang peserta didik yang pada hakekatnya adalah seorang individu yang ingin diterima eksistensi atau keberadaannya dalam lingkungan masyarakat sesuai dengan keberadaan dirinya itu sendiri.
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (Q.S. Al-Hujarat:13)
3. Kebutuhan Untuk Mendapatkan Status
Kebutuhan mendapatkan status adalah suatu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mendapatkan tempat dalam suatu lingkungan. Hal ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik terutama pada masa pubertas dengan tujuan untuk menumbuhkan sikap kemandirian, identitas serta menumbuhkan rasa kebanggaan diri dalam.
Dalam proses memperoleh kebutuhan ini biasanya seorang peserta didik ingin menjadi orang yang dapat dibanggakan atau dapat menjadi seorang yang benar-benar berguna dan dapat berbaur secara sempurna di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
4. Kebutuhan Mandiri
Ketika seorang peserta didik telah melewati masa anak dan memasuki masa keremajaan, maka seorang peserta perlu mendapat sikap pendidik yang memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk membentuk kepribadian berdasarkan pengalaman. Hal ini disebabkan karena ketika peserta telah menjadi seorang remaja, dia akan memiliki ambisi atau cita-cita yang mulai ditampakkan dan terfikir oleh peserta didik, inilah yang akan menuntun peserta didik untuk dapat memilih langkah yang dipilihnya.
Karena pembentukan kepribadian yang berdasarkan pengalaman itulah yang menyebabkan para peserta didik harus dapat bersikap mandiri, mulai dari cara pandang mereka akan masa depan hingga bagaimana ia dapat mencapai ambisi mereka tersebut. Kebutuhan mandiri ini pada dasarnya memiliki tujuan utama yaitu untuk menghindarkan sifat pemberontak pada diri peserta didik, serta menghilangkan rasa tidak puas akan kepercayaan dari orang tua atau pendidik, karena ketika seorang peserta didik terlalu mendapat kekangan akan sangat menghambat daya kreatifitas dan kepercayaan diri untuk berkembang.
5. Kebutuhan Untuk Berprestasi
Untuk mendapatkan kebutuhan ini maka peserta didik harus mampu mendapatkan kebutuhan mendapatkan status dan kebutuhan mandiri terlebih dahulu. Karena kedua hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kebutuhan berprestasi. Ketika peserta didik telah mendapatkan kedua kebutuhan tersebut, maka secara langsung peserta didik akan mampu mendapatkan rasa kepercayaan diri dan kemandirian, kedua hal ini lah yang akan menuntutnun langkah peserta didik untuk mendapatkan prestasi.
6. Kebutuhan Ingin Disayangi dan Dicintai
Kebutuhan ini tergolong sangat penting bagi peserta didik, karena kebutuhan ini sangatlah berpengaruh akan pembentukan mental dan prestasi dari seorang peserta didik. Dalam sebuah penelitian membuktikan bahwa sikap kasih sayang dari orang tua akan sangat memberikan mitivasi kepada peserta didik untuk mendapatkan prestasi, dibandingkan dengan dengan sikap yang kaku dan pasif malah akan menghambat proses pertumbuhan dan perkembangan sikap mental peserta didik. Di dalam agama Islam, umat islam meyakini bahwa kasih sayang paling indah adalah kasih sayang dari Allah. Oleh karena itu umat muslim selalu berlomba-lomba untuk mendapatkan kasih sayang dan kenikmatan dari Allah. Sehingga manusia tersebut mendapat jaminan hidup yang baik. Hal ini yang diharapkan para pakar pendidikan akan pentingnya kasih sayang bagi peserta didik.
7. Kebutuhan Untuk Curhat
Ketika seorang peserta didik menghadapi masa pubertas, meka seorang peserta didik tersebut tengah mulai mendapatkan problema-probelama keremajaan. Kebutuhan untuk curhat biasanya ditujukan untuk mengurangi beban masalah yang dia hadapi. Pada hakekatnya ketika seorang yang tengah menglami masa pubertas membutuhkan seorang yang dapat diajak berbagi atau curhat. Tindakan ini akan membuat seorang peserta didik merasa bahwa apa yang dia rasakan dapat dirasakan oleh orang lain. Namun ketika dia tidak memiliki kesempatan untuk berbagi atau curhat masalahnya dengan orang lain, ini akan membentuk sikap tidak percayadiri, merasa dilecehkan, beban masalah yang makin menumpuk yang kesemuanya itu akan memacu emosi seorang peserta didik untuk melakukan hal-hal yang berjalan ke arah keburukan atau negatif.
8. Kebutuhan Untuk Memiliki Filsafat Hidup
Pada hakekatnya seetiap manusia telah memiliki filsafat walaupun terkadang ia tidak menyadarinya. Begitu juga dengan peserta didik ia memiliki ide, keindahan, pemikiran, kehidupan, tuhan, rasa benar, salah, berani, takut. Perasaan itulah yang dimaksud dengan filsafat hidup yang dimiliki manusia.
Karena terkadang seorang peseta didik tidak menyadari akan adanya ikatan filsafat pada dirinya, maka terkadang seorang peserta didik tidak menyadari bagaimana dia bisa mendapatkannya dan bagaimana caranya. Filsafat hidup sangat erat kaitannya dengan agama, karena agama lah yang akan membimbing manuasia untuk mendapatkan dan mengetahui apa sebenarnya tujuan dari filsafat hidup. Sehingga tidak seorangpun yang tidak membutuhkan agama.
Agama adalah fitrah yang diberikan Allah SWT dalam kehidupan manusia, sehingga tatkala seorang peserta didik mengalami masa kanak-kanak, ia telah memiliki rasa iman. Namun rasa iman ini akan berubah seiring dengan perkembangan usia peserta didik. Ketika seorang peserta didik keluar dari masa kanak-kanak, maka iman tersebut akan berkembang, ia mulai berfikir siapa yang menciptakan saya, siapa yang dapat melindungi saya, siapa yang dapat memberikan perlinfungan kepada saya. Namun iman ini dapat menurun tergantung bagaiman ia beribadah.
Pendidikan agana disamping memperhatikan kebutuhan-kebutuhan biologis dan psikologis ataupun kebutuhan primer maupun skunder, maka penekanannya adalah pemenuhan kebutuhan anak didik terhadap agama karena ajaran agama yang sudah dihayati, diyakini, dan diamalkan oleh anak didik, akan dapat mewarnai seluruh aspek kehidupannya.
Artinya: Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (Q.S. Saba: 6)

C. Paradigma Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai subjek dan objek pendidikan. Kesalahan dalam memahami hakikat peserta didik menjadi kegagalan dalam proses pendidikan. Beberapa hal yang perlu dipahami mengenai karakteristik peserta didik adalah :
1. Peserta didik bukan miniature orang dewasa
2. Peserta didik memiliki kebutuhan dan menuntut untuk pemenuhan kebutu-han itu semaksimal mungkin.
3. Peserta didik memiliki perbedaan antara individu dengan individu yang lain.
4. Peserta didik dipandang sebagai kesatuan sistem manusia.
5. Peserta didik merupakan subjek dan objek sekaligus dalam pendidikan yang dimungkinkan dapat aktif, kreatif, serta produktif.
6. Peserta didik mengikuti periode-periode perkembangan tertentu dan mempunyai pola perkembangan serta tempo dan iramanya. Dalam psikologi perkembangan disebutkan bahwa periodesasi manusia pada dasarnya dapat dibagi menjadi lima tahapan :
a. Tahap asuhan (usia 0-2 tahun), yang lazim disebut fase neo-natus, dimulai kelahiran sampai kira-kira usia dua tahun.
b. Tahap pendidikan jasmani dan pelatihan panca indra (usia 2-12 tahun), yang lazim disebut fase kanak-kanak (al-thifl/shabi), yaitu mulai masa neonatus sampai pada masa polusi (mimpi basah)
c. Tahap pembentukan watak dan pendidikan agama (usia 12-20 tahun). Fase ini lazimnya disebut fase tamyiz, yaitu fase di mana anak mulai mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.
d. Tahap kematangan (usia 20-30 tahun). Pada tahap ini, anak telah beranjak menjadi dewasa yaitu dewasa dalam arti sebenarnya, mencakup kedewasaan biologis, social, psikologis, dan kedewasa-an religius.
e. Tahap kebijaksanaan (usia 30-meninggal). Menjelang meninggal, fase ini lazimnya disebut fase azm al –umr (lanjut asia) atau syuyukh (tua)

D. Sifat – sifat dan Kode Etik Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu :
1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqqarub kepada Allah SWT
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi.
3. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalakan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya.
4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah).
6. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu’ain menuju ilmu yang fardlu kifayah.
7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahua yang di pelajari, se-hingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
9. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat dapat mambahagiakan, menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.
11. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik.
Menurut Ibnu Jama’ah, yang dikutip oleh Abd al-Amir Syams al-Din, etika peserta didik terbagi atas tiga macam, yaitu :
1. Terkait dengan diri sendiri
2. Terkait dengan pendidik
3. Terkait dengan pelajaran
Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam, yang merupakan kompetensi mutlak dan dibutuhkan tercapainya tujuan pendidikan, yaitu :
1. Memiliki kecerdasan (dzaka); yaitu penalaran, imajinasi, wawasan (in-sight), pertimbangan, dan daya penyesuaian sebagai proses mental yang dilakukan secara cepat dan tepat.
2. Memiliki hasrat (hirsh), yaitu kemauan, gairah, moril, dan motivasi yang tinggi dalam mencari ilmu, serta tidak merasa puas terhadap ilmu yang diperolehnya.
3. Bersabar dan tabah (istibar) serta tidak mudah putus asa dalam belajar, walaupun banyak rintangan dan hambatan, baik hambatan ekonomi, psikologis, sosiologis, politik, bahkan administratif.
4. Mempunyai seperangkat modal dan sarana (bulghah) yang memadai dalam belajar.
5. Adanya petunjuk pendidik (irsyad ustadz), sehingga tidak terjadi salah pengertian terhadap apa yang dipelajari.
6. Masa yang panjang (thuwl al-zaman), yaitu belajar tiada henti dalam mencari ilmu sampai pada akhir hayat.

E. Hak dan Kewajiban Peserta Didik dalam Pendidikan Islam
Di antara kewajiban-kewajiban yang harus senantiasa diperhatikan dan dikerjakan oleh setiap peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Sebelum mulai belajar, peserta didik harus terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk, karena belajar dan mengajar itu dianggap sebagai ibadat. Ibadat itu tidak sah kecuali dengan hati yang suci, berhias dengan moral yang baik seperti berkata benar, ikhlas, taqwa, rendah hati, zuhud, menerima apa yang ditentukan Tuhan serta menjauhi sifat-sifat yang buruk seperti dengki, iri, benci, sombong, menipu, tinggi hati dan angkuh.
2. Dengan belajar itu peserta didik bermaksud hendak mengisi jiwanya dengan fadhilah, mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukanlah dengan maksud menonjolkan diri, berbangga dan gagah-gagahan.
3. Bersedia mencari ilmu, termasuk meninggalkan keluarga dan tanah air, dengan tidak ragu-ragu bepergian ke tempat-tempat yang paling jauh sekali pun bila dikehendaki demi untuk mendatangi pendidik.
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah:122)
4. Jangan terlalu sering menukar pendidik, tetapi haruslah berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak untuk mengganti pendidik.
5. Hendaklah peserta didik menghormati pendidik dan memuliakannya serta mengagungkannya karena Allah SWT, dan berdaya upaya untuk menyenangkan hati pendidik dengan cara yang baik.
Artinya: Musa berkata: "Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku". (QS Al Kahfi: 73)
Artinya: Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?" (QS Al Kahfi: 75)
Artinya: Musa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, Maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, Sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku". (QS Al Kahfi: 76)
Artinya: Khidhr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (QS Al Kahfi: 78)
6. Jangan merepotkan pendidik dengan banyak pertanyaan, jangan meletihkan dia untuk menjawab, jangan berjalan di hadapannya, jangan duduk di tempat duduknya, dan jangan mulai bicara kecuali setelah mendapat izin dari pendidik tersebut.
Artinya: Dia berkata: "Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu". (QS. Al-Kahfi:70)
7. Jangan membukakan rahasia kepada pendidik, jangan pula peserta didik menipu pendidik, jangan pula meminta pada pendidik untuk membuka rahasia, peserta didik meminta maaf dari pendidik bila selip lidahnya.
8. Bersungguh-sungguh dan tekun belajar, bertanggang siang malam untuk memperoleh pengetahuan, dengan terlebih dahulu mencari ilmu yang lebih penting.
Artinya: Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS Al-Kahfi:66)
Artinya: Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu , dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS Thaahaa:114)
9. Jiwa saling mencintai dan persaudaraan haruslah menyinari pergaulan antara peserta didik sehingga merupakan anak-anak yang sebapak.
10. Peserta didik harus terlebih dahulu memberi salam kepada gurunya, mengurangi percakapan di hadapan pendidik, jangan mengatakan kepada pendidik “si anu bilang begini lain dari yang bapak katakan”.
11. Hendaklah peserta didik tekun belajar, mengulangi pelajarannya di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu antara Isya dan makan sahur itu adalah waktu yang penuh berkat.
Artinya: dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas. (QS Al-Israa’: 12)
12. Bertekad untuk belajar hingga akhir umur, jangan meremehkan suatu cabang ilmu, tetapi hendaklah menganggap bahwa setiap ilmu ada faedahnya, jangan meniru-niru apa yang didengarnya dari orang-orang yang terdahulu yang mengkritik dan merendahkan sebagian ilmu seperti ilmu mantik dan filsafat.

F. Dasar-dasar pokok peserta didik dalam pendidikan islam
1. Tidak ada pembatasan umur untuk mulai belajar
Batas umur mulainya pendidikan bagi peserta didik sebenarnya tidak ditentukan. Sebagian para orang tua mengirimkan anak mereka untuk belajar setelah berumur 5 tahun, kadang-kadang umur 6 atau 7 tahun. Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim laki-laki dan perempuan. Orang tua diberikan hak menentukan sendiri waktu yang mereka anggap pantas untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sebuah Sekolah untuk belajar.
Al-Abdari mengeritik para orang tua yang mengirimkan anak-anak mereka ke sebuah Sekolah sebelum berumur 7 tahun dengan dalil bahwa ulama-ulama yang terdahulu senantiasa mengirimkan anak-anak mereka ke Sekolah setelah berumur 7 tahun, yaitu batas umur dimana para orang tua dibebani kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka supaya melakukan sembahyang dan bersifat dengan akhlak yang baik. Akan tetapi kini ternyata anak-anak mulai belajar pada umur yang lebih kecil dari itu. Pendidik hendaknya dilarang memberikan pelajaran membaca pada umur yang sangat muda, karena mengajar mereka membaca pada umur 4 atau 5 tahun akan melelahkan mereka secara fisik dan mental. Sebenarnya para orang tua mengirimkan anak-anak mereka ke Sekolah pada umur sangat muda bukanlah maksud supaya diajar membaca atau menulis, tetapi mereka bermaksud supaya anak-anak itu jangan mengganggu mereka dangan jalan menjauhkan mereka dari rumah.
Pendidikan modern sekarang ini ternyata mendukung apa yang digariskan oleh Abdari, salah seorang ulama Islam di zaman dahulu, yang telah mengeritik pengiriman anak-anak berumur 5 tahun ke sebuah Sekolah. Bila mereka kirimkan juga pada umur-umur demikian tentunya ke taman kanak-kanak sekedar untuk bermain-main dan belajar melalui permainan.
2. Tidak ditentukan lamanya Peserta didik di Sekolah
Di pondok atau Sekolah tidak ditentukan batas tahun berapa lamanya seorang peserta didik harus belajar. Peserta didik dikirim ke Sekolah untuk belajar pertama-tama ialah mempelajari sendi-sendi bacaan dan menulis, setelah itu mulai menghafal juzu’ Ama, setelah itu juzu' tabarak secara tertib. Kemudian ia melanjutkan hafalan sehingga hafal separoh atau seluruh Al Qur’an. Mungkin juga seorang peserta didik bertekun di pondok atau Sekolah sampai ia meningkat umur dewasa, di mana ia akan belajar pelajaran-pelajaran agama dan beberapa hadits di samping belajar berhitung, nahwu dan syair.

G. ETIKA PESERTA DIDIK
Etika peserta didik adalah seuatu yang harus dipenuhi dalam proses pendidikan. Dalam etika peserta didik, peserta didik memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya, yaitu :
1. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
2. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
3. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
4. Setiap peserta didik wajib menghormati pendidiknya.
5. Peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan tabah.
Namun etika peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
2. Peserta didik harus mempunyai tujuan menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan diri kepada Allah.
3. Seorang peserta didik harus tabah dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan yang datang.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.
Artinya: Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun". (QS Al-Kahfi:66)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar